src='http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.4.2/jquery.min.js?ver=1.4.2' type='text/javascript'/>

Radio Katolik

Katekismus Gereja Katolik
www.imankatolik.or.id
Cari Kata dalam KGK
www.imankatolik.or.id
Nomor:
masukkan no. katekismus yang dikehedaki, misalnya 3, 67, 834 atau 883-901
Kata:
masukkan kata yang akan dicari untuk
menunjukkan no. katekismus

Sekedar Ungkapan Hatiku

Puisi Untuk Kekasihku

Kutulis sajak ini
Untuk kekasih hatiku
Kekasihku......
Ketika pertama aku menjadikan dirimu
bagian dari hidupku
Aku tak punya apa-apa
selain cinta dan kasih sayang
Aku tak lagi punya hati untuk memberi lebih
dari yang yang aku punya
Tapi....
dengan kesederhanaan yang aku punya
aku akan menjadikan dirimu permata dalam hatiku

(Jakarta 16 Juli 2007 Kupersembahkan untuk Agustina Retno Wahyuningsih)


Entah.....

Dalam gelap aku merenung
Dalam pekat aku melamun
Diantara dinding-dinding kehampaan
Hatiku mencoba bicara
Rasaku mencoba menerka
Entah...
Kenapa kubiarkan cintaku ini
Kenapa kubiarkan hati ini besandar
Kukaitkan tangan ini pada tiang langit
Inikah sebenarnya rasaku
yang tak pernah tau kemana akan melangkahkan kakiku
Namun kuyakinkan jiwaku
Untuk ikuti kata hatiku
Kucoba berlari dari kungkungan ini
Tapi selalu terjebak dalam lingkaran persaanku kembali
Apakah ini yang artinya aku jatuh cinta

Jakarta (2007)

Ceritaku Malam Ini

Malam ini aku mendengar lagi
Kereta api sarat penumpang anjlog di tengah perjalanan
Kapal tenggelam di tengah lautan
Anak-anak kelaparan tak tak mengerti yang harus dimakan
Harga kebutuhan semakin membumbung tinggi
Tuhan...
Mestikah rakyat kecil yang tak mengerti apa-apa
Harus mengalami segala penderitaan
Yang tak pernah tahu arah dan tujuan
Yang hanya tahu bagaimana harus makan
Para pembesar yang terhormat....
Pernahkah kalian memahami apa yang rakyat kalian pikirkan
Pernahkah kalian berpikir apa yang rakyat inginkan
Ketika kekuasaan mengalahkan segalanya
Ketika jabatan di gunakan untuk memiskinkan yang lainnya
Dimanakah hati nurani berbicara
Ketika bayi yang haus tak lagi meminum susu
Ketika anak-anak yang harusnya memegang pinsil
Dia mensti berjuang di tengah jalan
Tuhan...
Tunjukan kepada kami untuk lebih senang memberi dari pada menerima
Untuk selalu mencinta daripada dicinta
Lebih suka mengasihi dari pada dikasihi
Biarkan kugapai kudusMu untuk kehidupanku ini

Jakarta (2007)

Jesuit Refugee Service Luncurkan Buku dan VCD Tentang Upaya Rekonsiliasi Maluku

YOGYAKARTA, DIY (UCAN) -- Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia telah meluncurkan sebuah buku dan sebuah video tentang upayanya dalam menciptakan rekonsiliasi antara komunitas Kristen dan Muslim yang bertikai di Kesui, sebuah pulau di Propinsi Maluku.
Buku dan video compact disc (VCD) berjudul "Boats of Hope" diluncurkan 20 Juni, Hari Pengungsi se-Dunia, di galeri Lembaga Indonesia-Prancis di Yogyakarta.
Pastor Adrianus Suyadi SJ, direktur JRS Indonesia, mengatakan kepada UCA News saat peluncuran dan diskusi publik bahwa JRS Indonesia ingin “menyoroti situasi dan kondisi ratusan ribu pengungsi di Indonesia melalui seni, musik, film, dan diskusi publik tentang pengungsi.”
Buku setebal 170 halaman itu ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris oleh anggota JRS Indonesia, katanya. Ditambahkan, buku itu diterbitkan dengan dukungan dana dari Uni Eropa melalui European Initiative for Democracy and Human Rights.
Upaya-upaya JRS yang didokumentasikan dalam buku itu antara lain menjadi perantara pengiriman surat dan video message antara komunitas Kristen dan Muslim di Kesui, mengadakan pertemuan para tokoh desa, dan menyampaikan keluhan para tokoh desa kepada pejabat pemerintah daerah. JRS juga membangun fasilitas umum seperti saluran air bersih dan sekolah dasar.
“Kerja sama berbagai pihak ini mempercepat proses rekonsiliasi,” kata Pastor Suyadi.
VCD berdurasi 20 menit itu menceritakan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris tentang kehidupan sehari-hari penduduk Pulau Kesui serta karya para anggota dan relawan JRS.
“Harapan kami, pengalaman di lapangan yang terekam di dalam buku dan VCD ini bisa menjadi salah satu sarana pembelajaran bagi mereka yang berniat terlibat dalam upaya rekonsiliasi bagi orang-orang yang bertikai,” kata Pastor Suyadi.
Laurentius Dedy Kristanto, manager program JRS Indonesia, menegaskan bahwa membangun kembali hubungan di kalangan orang-orang yang tinggal di pulau itu merupakan satu-satunya cara untuk mencapai rekonsiliasi.
JRS berencana untuk membagikan 1.500 kopi buku dan VCD kepada gubernur Maluku dan semua bupati dan camat di propinsi tersebut, serta para pemimpin setempat lainnya.
Selama diskusi publik, Pastor Franciscus Xaverius Wardaya SJ menyoroti peran provokatif militan Muslim dari luar Kesui dalam konflik di Kesui. Ia mengutip sebuah laporan yang ditulis oleh Lambang Triyono, seorang peneliti dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
“Gara-gara campur tangan dari luar itulah penduduk kedua komunitas yang selama ini hidup berdampingan dan mampu mencari solusi permasalahan secara damai, kini menjadi saling curiga dan siap menghabisi satu sama lain,” katanya kepada sekitar 30 orang yang menghadiri acara tersebut. Ia memuji JRS Indonesia dan berbagai pihak yang terlibat dalam upaya rekonsiliasi yang membawa para pemimpin dari pihak-pihak yang bertikai untuk duduk bersama dan mencari solusi.
Pastor Wardaya adalah direktur Pusat Sejarah dan Etika Politik dari Universitas Katolik Sanata Dharma di Yogyakarta dan konsultan JRS Asia-Pasifik.
Website (www.geocities.com/Maluku67/diocese02012001.htm?200726?20075) dari Crisis Center Keuskupan Amboina mencatat pertikaian Kristen-Muslim 1999-2002 di Kepulauan Maluku yang menewaskan sekitar 6.000 orang dan membuat ratusan ribu lainnya mengungsi. Keuskupan Amboina, yang berpusat di Ambon, ibukota Maluku, mencakup Propinsi Maluku. Propinsi Maluku Utara, yang mayoritas berpenduduk Muslim, merupakan pecahan dari Propinsi Maluku. Propinsi ini dibentuk saat terjadi kerusuhan.
Menyangkut soal Kesui, website itu mengatakan bahwa laskar jihad, terutama dari pulau-pulau yang berdekatan dari Geser dan Gorong, menyerang orang Kristen di akhir November 2000. Lebih dari 4 hari, 2.000-3.000 penyerang membakar sebuah desa berbeda setiap hari: Utta, Karlomin, Wuwin, dan Tanasoa. Sedikitnya 9 orang, kebanyakan berasal dari Karlomin, tewas.
Sejumlah orang Kristen melarikan diri dengan perahu ke Pulau Teor. Lainnya mengungsi ke hutan. Mengetahui insiden di Kesui dan melihat asap dari desa-desa yang terbakar, banyak orang Kristen yang tinggal di Teor mulai meninggalkan Kepulauan Kei dengan perahu kecil. Orang-orang Islam mengatakan kepada orang-orang Kristen yang masih tinggal di kepulauan itu untuk masuk Islam agar selamat.

Keuskupan Atambua Mendorong kaum Muda Terlibat Dalam Politik

ATAMBUA, NTT (UCAN) -- Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Atambua baru-baru ini mengadakan seminar tentang pendidikan politik untuk membantu memberdayakan masyarakat, khususnya kaum muda Katolik, dalam komunitas-komunitas Gereja lokal.
Secara keseluruhan, 314 orang muda Katolik yang mewakili seluruh 56 paroki di Keuskupan Atambua menghadiri seminar-seminar tersebut, yang diselenggarakan pada 18-21 Juni di setiap dekenat: Malaka, Belu Utara, Mana, dan Kefamenanu.
Pembicara utama adalah Vinsensius Loe Mau dan Herman Abatan, masing-masing wakil ketua dan sekretaris eksekutif Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Atambua, dan Pastor Yohanes Senda Laka, praeses Seminari Tinggi Lo'o Damian di Lalian, 10 kilometer selatan Atambua.
Pembicara lainnya adalah Raymundus Sau Fernandez, wakil bupati Timor Tengah Utara (TTU) dan ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang TTU, dan Yohanes Bernando Seran, pemerhati masalah politik.
Ketika Loe Mau menyampaikan sambutan di hadapan 90 orang muda Katolik yang menghadiri seminar 21 Juni di Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU, ia menekankan pentingnya keterlibatan mereka dalam politik sebagai “sebuah panggilan untuk mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah.”
Kebanyakan politikus di tanah air, katanya kepada mereka, masih dimotivasi oleh kekuasaan, jabatan tinggi, dan uang. Menjelang pemilu, katanya, “mereka pandai merayu hati rakyat dengan janji-janji muluk dan terkadang mereka memberi rakyat makanan dan minuman, untuk mendapatkan suara, tapi setelah mereka mendapat kursi jabatan, mereka tidak peduli lagi dengan nasib rakyat dan melupakan semua janji yang pernah diberikan.”
Oleh karena itu, sarannya, “kaum muda Katolik harus menyadari bahwa berkiprah di bidang politik merupakan panggilan untuk menggarami dunia politik dengan nilai-nilai Injil.”
Pastor Senda, 38, mengatakan bahwa orang muda sekarang ini cenderung masa bodoh dan kurang berminat untuk terlibat dalam berbagai organisasi. “Selaku orang muda,” katanya kepada peserta, “kalian hendaknya terbuka dan menyadari bahwa kalian memiliki potensi yang besar. Hanya saja potensi itu belum dikembangkan dengan baik.”
Imam itu, yang juga pembimbing rohani kaum muda Katolik di Keuskupan Atambua, juga menekankan bahwa “Gereja butuh orang muda Katolik yang, sebagai agen pembaruan, bisa menciptakan habitus baru dalam keluarga dan komunitas basis serta dalam berbagai organisasi dan politik.”
Habitus baru yang dimaksudkan mencakup perilaku dan sikap, berdasarkan kebaikan, cinta kasih, dan keadilan, yang digunakan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam menciptakan pendekatan-pendekatan, memperdalam pemahaman mereka dan menjalin hubungan dengan individu-individu atau kelompok-kelompok lain.
Marsela Fanu, satu dari dua orang muda Katolik yang berbicara dengan UCA News seusai seminar, mengatakan bahwa ia berterima kasih telah mendapat kesempatan untuk mengikuti seminar itu. "Saya merasa ditobatkan melalui kegiatan seminar ini," kata wanita berusia 25 tahun dari Paroki St. Yohanes Pembaptis di Neisleu tersebut. Sebelum mengikuti seminar, katanya, ia menganggap politik sebagai “bidang yang kotor” yang tidak boleh dimasuki oleh umat Katolik yang baik, dan ide ini mencegah dia untuk terlibat dalam politik.
Namun, berkat seminar itu, “Saya menjadi tahu dan sadar bahwa kita bisa menginjili masyarakat lewat politik,” katanya mengakui. Ia juga mengungkapkan harapan bahwa Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Atambua akan mengadakan kursus serupa secara rutin.
Alfridus Taolin, 28, dari Paroki St. Yohanes Vianney di Maubesi, mengatakan bahwa seminar itu "sangat berguna untuk membuka wawasan saya dan membangkitkan semangat saya untuk tetap berkiprah di bidang politik dengan misi untuk menegakkan nilai-nilai Injil." Taolin, anggota PDI-P Cabang Kabupaten TTU, mengharapkan agar semakin banyak orang muda Katolik terlibat.
Abatan, seorang pembicara utama, mengatakan kepada UCA News bahwa seminar itu merupakan bagian dari program kerja 2007 dari Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Atambua. Ia juga menjelaskan bahwa seminar itu dirancang untuk memberdayakan komunitas-komunitas basis, khususnya kaum muda Katolik.
Ia mengatakan, seminar-seminar itu bertujuan untuk memberi kaum muda Katolik suatu pemahaman dasar tentang politik, mendorong mereka untuk melihat politik sebagai “medan kerasulan” yang harus digarap dan digarami, dan mempersiapkan mereka untuk menjadi kader-kader politik yang cerdas dan bijak.
“Kita butuh orang muda yang cerdas, trampil, dan militan dalam menata bidang politik, maka kita perlu mempersiapkan mereka dengan pendidikan politik yang berkesinambungan,” jelasnya.
Abatan menambahkan bahwa semua peserta sepakat untuk mengadakan seminar-seminar serupa di paroki mereka masing-masing dan untuk mengadakan kursus serupa tentang pendidikan advokasi pada tahun 2008.

PECANDU NARKOBA DIBERI PANGKAT


Sebuah tempat rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba di Lido, Sukabumi yang di sebut-sebut terbesar di Asia Tenggara, diresmikan oleh Wapres Jusuf Kalla. Panti yang dikelola Badan Narkotika Nasional (BNN) itu mengandalkan metode therapeutic community (TC) yang diadopsi dari Amerika Serikat.

Apri Wirya, seorang staff konselor yang mendampingi proses terapi, menjelaskan bahwa metode TC berusaha mengkondisikan dengan kehidupan sehari-hari. Asrama tempat para korban Narkoba tinggal diberi nama State of the House.

Ada yang kebagian peran sebagai kepala rumah (head of department), ada yang disebut coordinator of department, chief dan crew. Chief adalah sebutan para residen (pecandu) yang sudah melalui proses rehabilitasi selama empat bulan (dari sembilan bulan program). Sedangkan crew adalah korban Narkoba yang baru saja mengikuti program. Dalam penerapan metode TC, chief bisa menyuruh, bahkan membentak crew. Mirip acara perpeloncoan.

Bukan hanya itu, ada satu peran yang disebut bastard of the house. Dia adalah pembuat masalah. Misalnya, kembali mengotori halaman yang telah disapu.

"Tujuan semua ini adalah man helf himself. Maksudnya disini, semua dibuat teratur, namun kadang ada saja pengganggunya, dan begitu mereka keluar dari tempat ini, maka mereka bisa mempraktikkannya," kata Apri yang pernah menjadi pecandu putauw selama 10 tahun itu. Hampir semua yang mengambil peran dalam TC memang mantan pecandu.

" Hanya ex-junxies (sebutan pecandu, Red) yang bisa menolong junkies, " kata Christian, penghuni rehabilitasi yang "berpangkat" crew. Menurut pria 26 tahun itu, dia tak akan mempan kalau dinasehati oleh mereka yang bukan junkies.

"Istilahnya , bagaimana mereka yang tidak pernah ngerasain sakitnya sakaw. Nggak kena deh, " ujar pemakai Narkoba sejak 1993 itu. Tapi, ini tentu lain jika yang mengatakan adalah mereka yang pernah merasakan sakitnya sakauw. "Permasalahan dia sama dengan saya. Makanya, kita saling memanggil dengan brother," lanjutnya.

Sebelum memasuki program TC, menurut Kepala Unit Terapi dan Rehabilitasi Lido drg. Agus Gatot, seorang resident akan melalui proses detoksifikasi antara nol sampai lima hari, termasuk mengatasi gejala sakauw. Di Lido, semua metode yang pernah ada akan dikembangkan dan diteliti kembali. Misalnya, campuran antara metode akupuntur, herbal, sauna hingga agamis. (SR)

Nuansa Karmel: Kemanisan Salib


(Oleh : Sr. Maria Skolastika, P.Karm)
Kukuruyuuukkk! Kokok ayam pertama di pagi itu mengejutkan Melati yang duduk semalaman menjaga adiknya yang sakit. Rupanya tanpa disadari keletihan telah memberatkan matanya sehingga selama beberapa kejap ia pun terlelap. "Kak. haus.," rupanya sang adik pun terbangun oleh jeritan lantang si ayam jantan. Segera Melati mengambilkan segelas air untuk adiknya, dan mengganti kain kompresan di keningnya.

"Tuhan, Kau di mana? Kau sedang apa?" Seraya menarik nafas dalam-dalam mata Melati memandang keluar jendela kamar yang sempit itu. Cercahan sinar mentari perlahan menembus kabut dingin yang telah lama turun menyelubungi desa sederhana tempat Melati tinggal bersama adik satu-satunya yang sedang sakit itu. Sepasang kupu-kupu bermain di antara tanaman bunga, menggoyang dedaunan dan menjatuhkan setetes embun yang bergayut di ujung sehelai daun muda. "Ah Yesus," penuh kerinduan Melati pun mengusap setetes air matanya yang juga terjatuh di wajahnya yang kurus. Setahun yang lalu Bapak ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Beberapa bulan kemudian Ibu meninggal dunia karena tak kuat menanggung sakit dan sedih.

Penderitaan, pencobaan, kekecewaan, kadang melanda hidup bertubi-tubi, seolah tak memberi kesempatan kepada kita untuk sedikit membenahi diri. Kehilangan kasih dari orang yang kita cintai, kehilangan kepercayaan dari orang yang kita hargai, tiada pengampunan dari orang yang kita lukai, semua itu membuat hidup bagai di atas bara api, menghempas diri ke tengah lautan duka yang tak bertepi.

Itulah salib-salib kehidupan, yang mau tak mau dialami oleh setiap orang di dunia ini. Mengeluh tak akan membuat salib itu lebih ringan, justru terasa bertambah berat. Lari meninggalkan salib tak akan menyelesaikan persoalan, justru masalah bertambah lekat. Menyesali kehidupan tak akan menghantar jiwa pada kekudusan, justru dosa di hati bertambah padat.

Gunung Arjuna tampak menjulang megah dengan puncaknya berpayung awan. Kehadirannya menaungi desa kelahiran Melati, bagai seorang ayah gagah perkasa yang selalu siap melindungi anaknya yang kecil dan lemah. "Oh, aku mengerti Tuhan," Melati berbisik dalam hatinya. Salib bukan untuk dikeluhkan, bukan untuk ditinggalkan, bukan untuk disesalkan. Sebaliknya, salib merupakan pegangan yang kuat untuk terus menjalani kehidupan. Bayangannya memberikan kesejukan dalam gersangnya dunia, dan kelurusannya menjamin kita untuk tidak tersesat dalam pengembaraan menuju Rumah Bapa. Dalam sebuah puisinya Santa Teresa Avila mengatakan, "Barangsiapa melarikan diri dari salib adalah seorang tahanan dan musuh kemerdekaan. Barangsiapa berlindung pada salib tak pernah akan sesat di jalan. Kekuasaan agung yang memberi kebahagiaan, yang tidak dapat menjadi tempat kejahatan. Selamat datang, hai Salib!"

Setiap orang di muka bumi ini mempunyai masalah. Jika kita lari dari masalah, masalah itulah yang akan mengejar-ngejar kita. Kita akan menjadi gelisah dibayang-bayangi dan dihantui oleh masalah yang belum selesai tersebut. Kita tidak akan menjadi bebas, tetapi bahkan menjadi tawanan dari masalah itu.

Mengeluh juga bukan jalan keluar yang baik, karena keluhan kita tak akan memecahkan persoalan. Sebaliknya setiap keluhan membuat hati bertambah penat, sehingga tanpa disadari kita membuat beban-beban kehidupan sendiri. Lebih-lebih jika kita menyesali kehidupan ini, berarti kita mulai menumbuhkan benih-benih pemberontakan terhadap kehendak Bapa surgawi. Sungguh berlawanan sekali dengan Yesus yang taat, bahkan taat sampai wafat di kayu salib.

Segala persoalan dan penderitaan yang tak dapat kita hindari memanglah sesuatu yang harus kita hadapi. Jangan lari dari itu semua, tetapi pandanglah sebagai salib kehidupan yang harus kita pikul. Peluklah dan peganglah salib itu erat-erat karena dengan demikian kita justru akan menemukan kedamaian dan kekuatan sekali pun di tengah badai yang paling dahsyat. Mengenai hal ini Santa Teresa dari Avila berkata, "Dengan jelas saya lihat bahwa semua manusia adalah laksana setangkai jerami. Barangsiapa mau bergantung kepadanya, tidaklah punya sandaran, sebab kalau mendapat tantangan sedikit saja atau kritik, tangkai itu akan patah. Begitulah saya mengalami, bahwa sandaran yang sejati supaya tidak jatuh ialah memegang salib erat-erat, dan percaya kepada Dia yang telah bergantung padanya. Dialah sahabat yang sejati, yang karenanya saya merasa dipersenjatai dengan kekuatan yang begitu besar, sehingga saya kira saya dapat menghadapi seluruh dunia andaikata ia bangkit melawan aku, asal saja Tuhan tidak meninggalkan aku."

Salib melepaskan kita dari banyak hal. Ketika uang yang telah kita kumpulkan selama bertahun-tahun tiba-tiba hilang dicuri orang, kita dibebaskan dari kelekatan terhadap uang kita. Ketika suatu peristiwa menjatuhkan nama baik dan membuat kita menjadi malu, kita dibebaskan dari kelekatan terhadap nama baik dan harga diri. Ketika fitnah seseorang tiba-tiba menerjang perjalanan karir kita dan memporak-porandakannya, kita dibebaskan dari kelekatan terhadap haus kuasa dan jabatan. Semua itu mengajak hati kita untuk lepas bebas dari segala sesuatu yang duniawi, dan terarah kepada Tuhan saja. "Oh Yesus, akhirnya Engkau tidak lagi memiliki sesuatu pun selain sebuah salib, tempat Engkau wafat dengan cara yang paling menyedihkan," doa Santa Teresa Avila pada suatu hari.

"Cepat bayar hutangmu, anak kurus!" Terngiang di telinga Melati makian tetangganya yang menagih hutang karena ia harus membeli obat untuk adiknya. Wajahnya yang berkerut-kerut membuat hati Melati semakin menciut. Sudah lama adiknya sakit, belum sembuh-sembuh juga. Apa yang harus dijualnya untuk membayar hutang? Melati berpikir keras sambil memandang seisi rumah kecilnya yang nyaris kosong. "Oh Yesus, aku tak punya apa-apa lagi, aku tak punya siapa-siapa lagi. Yang kumiliki kini hanyalah salib kehidupan..., yang kumiliki kini hanyalah Engkau..."

Betapa indahnya ketika kita dapat berseru, "Oh Yesus, yang kumiliki kini hanyalah Engkau..." Kedamaian dan kehangatan memenuhi ruang hati Melati. Tak sadar matanya terpejam, dan terbayanglah peristiwa duaribu tahun yang lalu.

Bergantunglah di atas kayu salib sesosok tubuh yang nyaris tak berbentuk. Ketampanan tak ada pada-Nya, apalagi kekayaan. Tubuh-Nya tak terbalut kain indah tetapi dihias oleh merahnya darah. Bukan jalinan batu baiduri melingkar di kepala-Nya melainkan mahkota duri. Sementara di sekeliling-Nya bukanlah orang-orang yang memandang kagum dan sayang melainkan mereka yang tak hentinya mengejek dan mencemooh penuh kebencian. Apakah yang dimiliki-Nya saat itu? Ia tak memiliki siapa-siapa lagi, Ia tak memiliki apa-apa lagi, selain salib tempat Ia bergantung.

Dan sungguh suatu rahmat tak terkatakan bila Yesus mengundang kita untuk memasuki pengalaman ini, mencicipi sedikit saja dari apa yang pernah dialami-Nya. Salib adalah sebuah rahmat, suatu tanda cinta Tuhan kepada kita. Lewat saliblah Yesus mempersatukan kita dengan Diri-Nya. Kita diajak untuk lepas bebas dari segala yang duniawi, dan melekat kepada Yesus saja.

"Dan pada hari ketiga Yesus bangkit dari mati!" seru Melati dalam hati. Semua orang di seluruh dunia, di segala zaman, mengalami keselamatan karena kebangkitan Yesus dari mati. Sengsara dan wafat Yesus telah menebus dan menyelamatkan umat manusia.

Saat ini, kita juga dipanggil untuk mempersatukan salib-salib kecil dalam kehidupan kita dengan salib Kristus. Karya keselamatan Allah masih terus berlangsung hingga saat ini. Jika kita mempersatukan setiap salib kita dengan salib Kristus, maka hidup kita pun dapat menjadi berkat bagi orang lain. Segala kurban-kurban kecil dan sederhana, kalau kita persembahkan dengan penuh cintakasih kepada Kristus akan memberikan nilai yang besar dan berarti bagi sesama. Semua itu akan membantu melahirkan semakin banyak orang bagi Kerajaan Allah.

"Hidupku untuk keabadian, ya Yesus," desah Melati lembut. Dipandangnya mesra salib sederhana yang bergantung di dinding rumahnya. "Aku ingin bergantung bersama-Mu, tersalib bersama-Mu, bersatu dengan-Mu. Semoga setiap penderitaanku di dunia ini, dapat menghantar jiwa-jiwa kepada-Mu."

Apabila engkau sedang menderita dan merasa sedih
Cobalah renungkan Mempelaimu yang sedang dalam perjalanan ke Taman Getsemani
Aduh, betapa sedihnya jiwa-Nya pada saat itu
Atau renungkan Dia sedang memikul salib-Nya,
tak diberi kesempatan untuk menarik nafas.
Ia akan menatapmu dengan mata-Nya yang indah
Penuh belas kasihan tergenang air mata
Ia melupakan kesedihan-Nya sendiri
Untuk menghiburmu dalam kesedihanmu
Dan itu dilakukan-Nya hanya karena engkau mencari hiburan pada-Nya
Mengangkat mukamu kepada Dia
Guna menatap Dia
(St. Teresa Avila)


Sharing :
* Bagaimana Anda memandang salib dalam kehidupan Anda setiap hari? Sharingkanlah hal tersebut dengan teman-teman dalam sel
* Seberapa sering Anda mengeluh jika harus memanggul salib kehidupan Anda? Bagaimana pula pengalaman Anda untuk berjuang mengatasi salib tersebut? Sharingkanlah pengalaman tersebut





Bagi yang ingin mengutip/menyebarkan artikel ini, harap tetap mencantumkan sumbernya. Terima kasih.
Sumber:
Majalah Rohani Vacare Deo (Media Pengajaran Komunitas Tritunggal Mahakudus)
www.holytrinitycarmel.com